Renungan Harian GML : “Allah bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup”
25 November 2017
Luk 20:27-40
“Allah bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup”
Bacaan hari ini sungguh menarik.
Kita akan menemukan tiga aktor utama dalam Injil hari ini :
1)Yesus
2)Orang-Orang Saduki
3)Ahli-Ahli Taurat (Farisi)
Saya tertarik pada Luk 20:39, “Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata: ‘Guru, jawab-Mu itu tepat sekali.’” Hal ini sungguh menarik, karena dalam Luk 20, sejak awal kita telah menemukan bahwa Ahli-Ahli Taurat (Farisi) itu berusaha mencobai Yesus: (1) Luk 20:1-2, mereka (Ahli-Ahli Taurat) mempertanyakan “Kuasa Yesus” – “Dengan kuasa apa dan dari mana asalnya?” (2) Luk 20:19, mereka juga berusaha menangkap Yesus, tapi mereka takut kepada orang banyak. (3) Tidak berhenti di situ saja, pada Luk 20:20-26, Ahli-Ahli Taurat (Farisi) juga berusaha menjebak Yesus dan menyerahkan-Nya kepada penguasa wali negeri.
Namun, yang menarik setelah itu, pada bacaan hari ini (Luk 20:27-40), orang-orang Farisi ini justru memuji Yesus, “Guru, jawab-Mu itu tepat sekali.” Lalu pertanyaan selanjutnya, “Apa yang sebenarnya terjadi di sini?”
Salah satu kata kuncinya adalah “Saduki”. “Orang-Orang Saduki” adalah golongan imam yang tidak percaya pada kebangkitan, malaikat, dan roh (Lih. Kis 23:8). Mereka sangat menaati hukum Musa (Taurat), namun menolak penafsiran yang diperluas oleh tradisi. Hal ini sangat bertentangan dengan “Orang-Orang Farisi” (Para Ahli Taurat). Mereka percaya akan kebangkitan, malaikat, roh, dan memegang teguh tradisi. Dan, jumlah orang Farisi lebih banyak dibandingkan jumlah orang-orang Saduki.
Jadi, sebenarnya di sini ada perselisihan pula antara orang-orang Saduki dan orang-orang Farisi. Maka, bacaan hari ini sungguh menyajikan sebuah kompleksitas yang cukup menarik (dengan melihat Lukas 20 secara keseluruhan) :
1.Saduki vs Yesus
2.Farisi vs Yesus
3.Saduki vs Farisi
Jadi, ketika orang-orang Saduki bertanya mengenai kebangkitan, sebenarnya mereka tidak benar-benar bertanya, melainkan ingin mencobai Yesus. Hal ini jelas sekali karena mereka tidak percaya sama sekali akan kebangkitan. Selain itu, orang-orang Saduki pun sangat rasional, mereka mencobai Yesus secara rasional, “Apakah jawaban Yesus itu rasional atau tidak mengenai kebangkitan?”
Dan yang sungguh menarik, Yesus pun “meladeni” (menanggapi) pertanyaan orang-orang Saduki ini dan menjawabnya dengan baik, (1) “dalam kebangkitan, tidak ada orang yang kawin dan dikawinkan” (Luk 20:35); (2) “mereka tidak dapat mati lagi, mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan” (Luk 20:36); dan (3) Yesus pun berusaha menginterpretasikan Taurat, di mana Tuhan bersabda kepada Musa, “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub” (Kel 3:6). Menurut Yesus, dengan menyebut nama “Abraham, Ishak dan Yakub”, sebenarnya Allah ingin menunjukkan bahwa “Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup [termasuk para Bapa Bangsa – Abraham, Ishak dan Yakub]” (Luk 20:37). Dari jawaban inilah, orang-orang Farisi (para ahli Taurat) itu merasa “takjub”, “Guru, jawab-Mu itu tepat sekali.” Orang-orang Farisi, pada saat itu, merasa sangat terbantu dengan jawaban Yesus untuk melawan orang-orang Saduki. Namun, Yesus tak tertarik dengan pertikaian mereka.
Yesus, dalam perikop ini, lebih fokus untuk menjelaskan mengenai “kebangkitan” dan “siapa Allah itu” – yaitu “Allah orang hidup”. Maka, yang perlu diperhatikan di sini, Yesus tampaknya ingin mengajak kita untuk melihat “hidup” kita masing-masing. Jika Allah itu Allah orang hidup, “Mengapa kita khawatir akan kematian?” Pertama-tama yang perlu dikhawatirkan adalah hidup kita itu sendiri, “Apakah sudah sejalan dengan Kehendak Allah atau belum?” Jika belum, maka kita diharapkan untuk “bangkit saat ini”, bukan nanti pada saat kita mati. “Kebangkitan” dimulai saat kita hidup – saat ini dan di sini. “Kebangkitan setelah kematian” hanyalah sebuah konsekuensi dan kelanjutan kehidupan kita saat ini.
Lalu pertanyaan selanjutnya yang bisa kita ajukan, “Apakah aku sudah benar-benar hidup ‘saat ini’ dan ‘di sini’; dan apakah aku sudah berusaha bangkit menjadi lebih baik dari hari ke hari?” Inilah salah satu pesan yang ingin disampaikan pada kita hari ini.
Rm. Nikolas Kristiyanto SJ
0 komentar:
Posting Komentar