Renungan Harian GML : Imanku kepadaYesus Merupakan Rahmat Terbesar dari Tuhan
Bacaan Liturgi 07 November 2017
Selasa Pekan Biasa XXXI
Bacaan Injil
Luk 14:15-24
Pergilah ke semua jalan dan persimpangan
dan paksalah orang-orang yang ada di situ masuk,
karena rumahku harus penuh.
Pada waktu itu Yesus diundang makan oleh seorang Farisi.
Sementara perjamuan berlangsung,
seorang dari tamu-tamu berkata kepada Yesus,
"Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah."
Tetapi Yesus berkata kepadanya,
"Ada seorang mengadakan perjamuan besar.
Ia mengundang banyak orang.
Menjelang perjamuan dimulai,
ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan,
'Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap.'
Tetapi mereka semua minta dimaafkan.
Yang pertama berkata,
'Aku baru membeli ladang dan harus pergi melihatnya;
aku minta dimaafkan.'
Yang lain berkata,
'Aku baru membeli lima pasang lembu kebiri
dan aku harus pergi mencobanya;
aku minta dimaafkan.'
Yang lain lagi berkata,
'Aku baru saja menikah,
dan karena itu aku tidak dapat datang.'
Maka kembalilah hamba itu
dan menyampaikan semua itu kepada tuannya.
Lalu murkalah tuan rumah itu dan berkata kepada hambanya,
'Pergilah segera ke segala jalan dan lorong kota
dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan cacat,
orang-orang buta dan lumpuh.'
Kemudian hamba itu melaporkan,
'Tuan, apa yang tuan perintahkan itu sudah dilaksanakan.
Sekalipun demikian, masih ada tempat.'
Maka tuan itu berkata,
'Pergilah ke semua jalan dan persimpangan
dan paksalah orang-orang yang ada di situ, masuk,
karena rumahku harus penuh.'
Sebab Aku berkata kepadamu,
Tidak ada seorang pun dari para undangan itu
akan menikmati jamuan-Ku."
Renungan:
Patas Surabaya-Malang, bus yang saya naiki, berhenti di Taspen siang itu. Taspen adalah tempat pemberhentian bus sebelum masuk Terminal Arjosari, Malang. Setelah turun dari bus saya menyeberang jalan untuk mencari angkutan menuju tempat tinggal saya, di jalan Terusan Rajabasa. Transportasi yang biasanya saya naiki adalah angkot dengan jalur bertuliskan huruf AT, yang berarti jalur dari Arjosari menuju ke Tidar. Saya pun berjalan, mencari tempat yang enak untuk menunggu angkot AT.
Baru saja saya berhenti dan berdiri di pinggir jalan, dari kejauhan ada seorang pemuda dengan langkah agak terseok-seok datang mendekati saya. Dia mengatakan sesuatu tapi saya gagal memahami kata-kata yang diucapkannya. Ternyata dia menawarkan ojek kepada saya. Dia katakan bahwa bersedia mengantar saya hingga sampai rumah dengan biaya Rp 30.000,- saja. Saya langsung menyahut dengan mengatakan bahwa saya menunggu angkot AT, dengan biaya yang lebih murah, hanya Rp 4.000,- saja. Tukang ojek itu pun pergi sambil mengatakan, “Ya ini tawaran saja, siapa tahu ini rejeki saya!” Saya merasa iba melihat dia berbalik pergi sambil mengucapkan kata-kata itu. Ingin rasanya memanggilnya untuk berbalik kembali ke arah saya lalu menyetujui tawarannya, tetapi mulut tetap terkatup.
Tidak lama kemudian, akhirnya angkot AT pun muncul dari kejauhan. Saya melihat masih ada tempat duduk kosong di dalam angkot itu. Saya melambaikan tangan untuk menghentikan angkot itu. Anehnya angkot itu melaju terus, tidak berhenti. Seolah sang sopir tidak melihat sama sekali lambaian tangan saya. Beberapa penumpang di dalamnya juga tampak terkejut, menengok ke arah sopir lalu menengok juga ke arah saya. Akan tetapi angkot itu tetap melaju. Meskipun dalam hati saya muncul pertanyaan tentang apa yang sedang terjadi, jawabannya tidak ada.
Lalu saya berpikir, kalau menunggu AT berikutnya, akan memakan waktu lama untuk berdiri di pinggir jalan. Kalau mau memanggil tukang ojek yang menawarkan jasa tadi, orangnya sudah tidak diketahui lagi di mana berada. Tawarannya sudah terlanjur saya tolak dengan kata-kata yang pasti tidak mengenakkan perasaannya sebagai pencari rejeki. Tidak mungkin rasanya ada kesempatan tawaran datang untuk kedua kalinya. Akhirnya rasa sesal dan iba, itulah yang tinggal di dalam hati hingga saat ini.
Pengalaman saya yang berakhir dengan rasa sesal itu, sebenarnya tidak mirip dengan bacaan Injil hari ini. Dalam Injil dikisahkan, ada tawaran undangan dari seorang tuan pesta. Undangan itu diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pemberitahuan akan adanya pesta. Tahap kedua adalah pemberitahuan akan waktunya pesta. Pada tahap kedua, ketika waktu yang ditetapkan untuk pesta diberitahukan, ternyata para tamu undangan tidak datang dengan alasan masing-masing. Ada yang minta maaf, tidak bisa datang karena urusan dagang, yakni membeli ladang dan membeli binatang. Ada yang minta maaf tidak bisa datang karena urusan perkawinan. Karena tamu resmi tidak datang, tamu-tamu yang tidak resmi pun didatangkan untuk pesta itu. Mereka adalah semua orang yang membutuhkan pesta. Ada orang miskin, orang cacat, orang buta, orang lumpuh, dan orang-orang yang ditemukan di persimpangan-persimpangan jalan. Merekalah yang akhirnya menikmati pesta.
Orang miskin, orang cacat, orang buta, orang lumpuh, dan orang-orang yang ditemukan di persimpangan-persimpangan jalan, adalah gambaran orang yang tidak terikat pada kesibukan untuk urusan pribadi. Mereka tidak memikirkan harta tak bergerak seperti ladang. Mereka juga tidak memikirkan harta bergerak seperti binatan piaraan. Mereka tidak mungkin membuat sendiri pesta perkawinan. Hidup mereka tergantung pada rahmat Tuhan. Mereka tidak mampu mengandalkan kemampuan diri sendiri. Andalan yang mereka punyai adalah Tuhan saja. Kepasrahan mereka pada kehendak Tuhan bisa digambarkan dengan pernyataan yang mirip dengan tukang ojek dalam pengalaman saya di atas. Mereka adalah orang-orang yang terbiasa mengatakan dengan pasrah, “Siapa tahu ini adalah rejeki saya!“ Orang yang pasrah pada kehendak Tuhan, itulah justru yang menikmati pesta perjamuan.
Pesta itu adalah perjamuan keselamatan bersama dengan Yesus. Bangsa yang dipilih Tuhan, diberi undangan pertama oleh Tuhan, ternyata menolak Yesus. Kita-kita yang bukan bangsa pilihan akhirnya diundang untuk mengikuti Yesus. Bersama dengan Yesus yang kita imani, ada kenikmatan abadi. Dalam Yesus ada pesta pengampunan dosa, ada pembebasan dari perbudakan dosa yang menjadi buah dari salib yang ditanggung-Nya. Rahmat besar ini mengundang kita untuk berbelas kasih kepada semua orang lain yang membutuhkan pertolongan. Setiap ada kesempatan untuk berbuat baik, itulah undangan dari Tuhan untuk menikmati pesta perjamuan bersama Yesus. Dalam pengalaman saya di atas, saya telah kehilangan kesempatan berbuat baik pada tukang ojek yang menawarkan undangan untuk berbelas kasih.
Sadarkah aku bahwa imanku kepadaYesus merupakan rahmat terbesar dari Tuhan untuk keselamatanku? Sudahkah aku mengamalkan iman itu dalam tindakan belas kasih kepada sesama yang membutuhkan?
Rm Supriyono Venantius SVD
0 komentar:
Posting Komentar