Renungan Harian GML : AKULAH JALAN, KEBENARAN, DAN HIDUP
AKULAH JALAN, KEBENARAN, DAN HIDUP
Saudari-saudara sekalian, salam jumpa di hari Minggu Paska ke-5 Tahun A. Minggu yang lalu kita diajak untuk merenung tentang Yesus Sang Gembala Baik yang mengidentikkan diri sebagai “Pintu” membutuhkan gembala-gembala pelaksana yang mau masuk ke kandang melalui Dia-Sang Pintu, yang mau hidup dalam Dia dan oleh Dia untuk mengenal dan membawa kawanan domba kepada hidup dan hidup yang berkelimpahan. Dalam rangka hari Minggu Panggilan, minggu lalu kita diajak untuk secara khusus berdoa bagi para anggota gereja agar ada yang mau menjadi imam atau bruder atau suster. Hari ini kita diajak untuk merenung tentang Yesus yang menyatakan Diri-Nya sebagai Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Sebagai pintu, Yesus adalah titik awal. Sebagai jalan, kebenaran, dan hidup; Yesus adalah arah dan tujuan kehidupan gereja-Nya. Bacaan kedua yang diambil dari surat pertama Rasul Petrus sekali lagi menegaskan tentang jati diri ataupun identitas kita, Gereja: “..kamulah bangsa yang terpilih, kaum Imam yang rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri. Maka, kamu harus memaklumkan perbuatan-perbuatan agung Allah. Ia telah memanggil kamu keluar dari kegelapan masuk ke dalam terang-Nya yang menakjubkan“ (1 Ptr. 2:9). Untuk mewujudkan permakluman perbuatan-perbuaan agung Allah itu, para Rasul menghendaki adanya pembagian dan diversifikasi tugas. Para Rasul menghendaki agar dipilih tujuh orang yang terkenal baik dan penuh dengan Roh dan hikmat untuk tugas pelayanan sehari-hari pembagian kepada janda-janda supaya para Rasul dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman (Kis 6:3-4). Para Rasul menghendaki agar jalan hidup Yesus yang memperhatikan ‘orang-orang kecil’ bisa diteruskan.
Saudari-saudara sekalian, dalam kerata basa bahasa Jawa ada ungkapan “agama ageming aji”. Dalam ungkapan itu mau dijelaskan bahwa beragama itu adalah laksana mengenakan busana berharga. Pakaian berharga, pakaian resmi tidak mudah untuk diganti-ganti. Ungkapan istimewa ini belum memadai untuk menyatakan identitas keagamaan kita. Dalam penegasan Yesus sebagai jalan, kebenaran dan hidup; gereja diajak untuk menegaskan bahwa Yesus adalah jalan hidup -‘way of life’- dan lebih daripada sebagai pakaian berharga yang sekali waktu dapat diganti. Di tempat lain Yesus mengatakan: “Jika kehidupan keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat 5:20). Murid Yesus tidak menjadikan Yesus sebagai pakaian tanda pengenal saja, melainkan harus mendarah daging. Identifikasi Yesus sebagai ‘Gembala yang baik’, sebagai ‘pintu’, hari ini dilengkapi dengan ‘jalan, kebenaran, dan kehidupan’. Ia dapat dibayangkan sebagai ‘gembala yang baik’. Ia juga berlaku sebagai ’pintu’. Ia juga adalah ‘jalan’. Jalan ialah arah yang perlu dilalui, ditempuh agar sampai ke tujuan. Ada tumpang-tindih antara ‘pintu’ dan ‘jalan’. Kedua-duanya perlu dilalui agar sampai ke tujuan. Pintu merupakan titik awal dan di luar itu ada jalan yang perlu ditempuh. Di luar pintu itu banyak bahaya. Pada jalan yang benar ada jaminan akan sampai ke tujuan. Jalan yang sejati itu bukan barang yang berhenti, bukan tanah atapun aspal, melainkan cara hidup.
Sebagai yang percaya kepada Yesus, yang menjadikan Yesus sebagai jalan hidup, gereja akan melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus bahkan yang lebih besar daripada itu. Apakah pekerjaan itu adalah mukjizat? Mungkin. Tetapi Yesus tidak mendoakan murid-murid menjadi pembuat mukjizat. Ia medoakan murid-murid supaya mereka ‘bersatu’ dalam kesatuan Bapa dan Putra. Kesatuan itu ada maksudnya yakni ‘agar dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku (Yoh 17:20). Praktisnya, hidup mengGereja, hidup sebagai kumpulan orang yang percaya, terpanggil untuk meluangkan tempat bagi kenyataan ilahi di dalam hidup ini dan mengakuinya di hadapan orang banyak. Inspirasai persatuan dengan Bapa dan Putera harus menjadi kesaksian dalam menjalani hidup dalam kesatuan persatuan dengan banyak pihak di dunia ini. Itulah pekerjaan besar. Dalam kehidupan dunia yang plural, persatuan mengandaikan adanya toleransi. Toleransi tidak sama dengan indifferent atau menganggap semuanya sama saja. Toleransi membutuhkan penghayatan iman yang mendalam sehingga menghayati kebenaran bukan karena kesalahan-kesalahan yang lain melainkan sampai pada titik keyakinn dan titik temu bahwa yang lain bukan menjadi ancaman. Agama lebih daripada pakaian berharga yang sekali waktu bisa ditukar. Agama bukan menjadi pakaian yang dipakai sebagai identitas yang membedakan dengan yang lain apalagi untuk menggapai sesuatu yang duniawi, melainkan menjadi cara kehidupan. Di dalamnya orang sampai pada kebenaran. Dalam kebenaran orang bisa sampai kepada keyakinan akan jati dirinya dan pun pula menghargai orang lain. Hidup adalah kesaksian dan bukan pemaksaan apalagi menyalah-nyalahkan. Mari kita perdalam kehidupan keimanan kita sambil mengupayakan agar sikap toleransi menjadi cara kehidupan kita khususnya di Indonesia ini. Saya baik dan berharga bukan karena menemukan banyak kesalahan pada orang lain melainkan karena mengenal betul dan menemukan kebenaran dalam keyakinanku dan dengan demikian tidak dipengaruhi oleh keyakinan lain malahan terbuka untuk menghargai dan mampu bekerjasama dengan orang yang berkeyakinan lain juga. Salam NKRI. Makin beriman, tetap semangat, amalkan Pancasila. Tuhan memberkati.
Disusun oleh
Rm Yohanes Purwanto MSC